Ketika muridku dulu ada yang berambut panjang aku prihatin, kulihat bajunya dekil, matanya lelah aku dekati dia "Bidin" namanya kusebut lirih didekatnya. Dia hanya tersenyum tanpa menjawab sapaanku. Hening sejenak anak-anakku kala itu. Aku agak membungkuk dan mulai kutegakkan kembali badanku serasa kusapukan pandanganku seseluruh penjuru ruang kelas. Aku yakin Bidinlah satu-satunya anak muridku yang paling dekil, eh tunggu dulu... ternyata tidah jauh dari tempat duduk Bidin ada Bilan yang keadaannya tidak terlalu jauh berbeda dengan Bidin. Dekil.
Aku tidak akan membahas kedekilannya, tetapi kulihat rambutnya yang awut-awutan dan pajang. Akhirnya pada jam istirahat kurangkul keduanya dan kuajak tempat kos-kosanku kala itu. Aku berjalan beriring bertiga dengan murid-muridku. Agak jauh dari tempatku kos ada segerombolan pemuda yang mengintaiku, mungkin mereka curiga mengapa aku membawa murid-muridku kebawah sebuah pohon dibelakang kos-kosanku. Aku ambilkan sebuah sisir dan gunting. Akhirnya aku cukur anak itu hingga rapi. Alkhamdulillah.
Itu kisahku ketika aku sedang PPL mengajar di SD Negeri Rajabasa dekat Jalan Pramuka Bandar Lampung, orang seputarnya sering menyebutnya SD Tingkat Rajabasa. Kala itu. 1996.
Kini, sebenarnya tidak kini atau tepatnya beberapa hari yang lalu, guruku (maksudnya aku kepala sekolahnya) ada yang bercerita bagaimana mengatasi murid SMP yang berambut pajang, ternyata dia ajak anak tersebut kesebuah tempat, tukang cukur. akhirnya anak itu diongkosi dan dicukur habis karena selain berambut panjang anaknya memakai pewarna rambut. Yah begitulah seharusnya guru, tetapi tidak jarang kita dengar bahwa guru membawa gunting dan berkeliling kelas untuk memotong-rambut siswanya yang berambut panjang, dengan potongan sesuka hati guru itu. Istilah saya dulu "Dipethal"
Apakah itu sebuah proses pendidikan, tidak. justru akan rawan menimbulkan dendam dan tidak terima karena diperlakukan seperti itu.