TRISNO MARSA
QS. Al-Hujuraat : 13 : "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
erapi mengatasi kegelisahan hati ini saya temukan di maqalah12 Bab III. Penulis buku memaktubkan bahwa Ahli Hikmah mengatakan, Ada tiga hal yang dapat menghilangkankegelisahan hati: pertama, mengingat Allah (zikrullah); kedua, menemuiwali-wali Allah; ketiga, mendengarucapan hukama.
Bagi orang yang hatinya belum sungguh-sungguh kepada Allah, maka sikapnya ditentukan oleh kondisi hatinya. Ketika diberi ia akan terlalu gembira karena pemberiannya itu, dan saat ditolak ia akan kecewa, karena harapannya tak tersampaikan.
Namun bagi orang yang mengetahui atas apa yang terbaik bagi dirinya itu berasal dari Allah, maka pemberian dan penolakan tidak membuat senang dan susah. Senang dan susahnya jika ia tidak mau bersyukur dan bersabar. Ia akan kecewa bila tidak bisa bersyukur dan bersaba; bukan pada ada dan tiadanya, dia akan kecewa.
Misalnya bagi seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, gejalanya dapat dirasakan senang apabila ada pembeli dan kecewa bila tidak ada pembeli.
Mulailah berlatih ketika mendapat karunia, merasa gembira sewajarnya. Kalau mendapat nikmat itu semata-mata hanya kemurahan Allah, jangan dikait-kaitkan dengan kehebatan ibadah kita, karena Allah tidak bisa dipaksa.
Contoh lainnya, ketika memperoleh gaji ia merasa sangat senang, namun ketika uang gaji itu harus keluar untuk membayar keperluannya, lalu ia bersedih, berarti kita masih senangnya dengan sesuatu yang datang, dan sedih dengan sesuaatu yang harus keluar.
Padahal kalau kita tafakuri, uang itu sesungguhnya sejak dari dahulu hingga saat ini terus saja mengalir. Gaji itu lalu lintas takdir Allah sebagai salah satu aliran rejeki. Sehingga bergembiranya kita bukan pada adanya uang, melainkan adanya ladang amal. Bila waktunya uang itu harus pergi, seharusnya tidak bersedih.
Dengan demikian, apabila kita menyukai dengan apa saja yang ditetapkan Allah, maka itu tanda bagi orang yang bersyukur, dan merasa bahagia apabila karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, dan itu juga buah dari syukur.
Perbuatan syukur apabila nikmat itu datang kepada dirinya, lalu ia mengucapkan alhamdulillah. Apabila ia selalu bersyukur kalau nikmat tidak hanya datang pada dirinya, maka inilah sifat syukur yang derajatnya lebih tinggi. Karena kita menyukai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah.
"Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS Az-Zumar : 66)
Pada kenyataannya, ada orang yang menyukai bahwa nikmat itu hanya untuk dirinya, hal itu tidak menjadi amalan yang maksimal bagi dirinya. Semestinya kita menyenangi Allah jika memberi nikmat pada makhluk-makhluknya yang lain, bukan hanya bergembira karena nikmat itu diberikan kepada kita.
Ketika kita menerima suatu nikmat, wajar jika kita menjadi gembira, karena langsung menyangkut dengan diri kita, namun sebuah pencapaian keyakinan yang lebih tinggi apabila kita bersyukur ketika orang lain memperoleh nikmat juga. Ketika kita mendapat nikmat, hendaklah tidak dikait-kaitkan dengan kelebihan dan kemampuan kita, semua semata-mata karena Allah tidak bisa dipaksa oleh siapa pun.
Coba direnungkan, apakah banyak yang cocoknya atau tidak dalam kehidupan kita ini? Barangkali di antara kita akan banyak yang menjawab banyak yang tidak cocoknya. Lalu mengapa kita masih hidup, berpakaian lagi, ditutupi aib. Jadi, di mana ruginya… Bahkan tidak jarang Allah memberikan sesuatu yang tidak cocok, padahal itulah yang terbaik bagi kita.
Yang kita inginkan seringkali yang cocok menurut nafsu, karena pendeknya pengetahuan kita. Barometer bagus menurut kita, itu sesuai dengan dengan nafsu, sedangkan menurut Allah yang bagus cocok menurut iman. Misalnya, sehat menurut kita bagus, tapi Allah Maha Tahu, dengan sakit itu hikmahnya bisa menjadi kita lebih dekat dan terjaga dari maksiat.
Adakalanya kita terus menerus berlimpah rejeki, lalu membuat kita lengah dalam ibadah, maka bisa saja dibuat kejadian yang membuat kita tidak bersandar kepada gaji. Dengan hilang pekerjaan, misalnya. Hingga ia tidak menyandar kepada apa pun, Allah membuatnya ia terlepas pada sandaran apa pun, agar benar-benar tawakal kepada Allah. Hingga benar-benar pasrah kepada-Nya.
Jadi apabila kita masih senang dengan datangnya sesuatu, dan sedih dengan hilangnya sesuatu, maka memang kita masih kekanak-kanakan. Kita masih memanjakan nafsu kita. Tapi kalau mau melihat perbuatan Allah, kita tidak cukup melihat senang dan susah seperti apa adanya, melainkan semua itu sebagai satu karunia.
Jadi tidak boleh sok tahu terhadap takdir yang terbaik baik kita, karena ini yang membuat ‘ada’-nya membuatnya menjadi terlalu bergembira, dan ‘tiada’-nya menjadi sengsara hati.
Keutamaan dan Rambu Menuntut Ilmu
oleh Aa Gym
Allah menciptakan ilmu, jalan untuk mendapatkan dunia akhirat. Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang menginginkan dunia, wajib bagi dirinya dengan ilmu. Siapa yang menginginkan akhirat wajib dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan keduanya wajib baginya dengan ilmu.
Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda : “Bahwasanya Rasul saw jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, doa anak shaleh, ilmu yang bermanfaat.”
Dalam Al Quran Allah berfirman : “Allah mengangkat orang beriman dan berilmu beberapa derajat di antaramu beberapa derajat…” (Q.S. Al-Mujadalah : 11)
Mencari ilmu ini menjadi ciri ketika Allah menyukai hamba-Nya, dengan cara orang itu menjadi faqih kepada agama. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang diingikan Allah menjadi baik, maka Allah akan menjadikan faqih kepada agama.”
Ilmu itu menjadi amanah. Ilmu yang disampaikan, manfaatnya itu akan mengalir hingga alam Barzakh. Seperti ibadah qurban, atau seperti kita yang tahajud dan mengajarkannya, maka itu akan mengalir kepada kita. “Barangsiapa yang menyeru mengajak kepada petunjuk, dia akan mendapatklan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tidak berkurang sedikit pun pahalanya baginya.”
Allah mengangkat derajat seseorang dengan ilmu, tapi ada yang turun derajatnya dengan ilmu, mengapa? Karena ia berniat mencari ilmunya salah. Niatnya untuk duniawi. Alah menciptakan ilmu untuk memandu kita agar dekat dengan Allah. manfaat bagi hamba-Nya, ilmu yang manfaat akan membuat kita mengenal Allah. Tapi memiliki ilmu banyak akan tidak manfaat, karena ilmunya untuk mencari dunia daripada mencari kedudukan di sisi Allah. misalkan, ingin disebut ustadz, masuk TV, ingin popular, atau mengharap imbalan manusia. Kita belajar agama supaya dekat dengan Allah. Kalau kita takwa janji pasti datang. Jangan mencari ilmu akhirat untuk kepentingan dunia. Mustahil Allah tidak menjamin hamba-Nya, kepada hamba-Nya yang senantiasa patuh.
Lalu mengapa ada orang yang berilmu tidak bisa dekat dengan Allah? Karena hatinya belum bisa optimal berniat untuk dekat kepada Allah. Seperti dalam berdebat yang ingin senantiasa menang.
Bahaya pertama dari mencari ilmu adalah niat, mencari ilmu untuk pembenaran dirinya. Dalil-dalilnya dipilih untuk pembenaran nafsunya. Allah Maha Tahu, dia akan membahas apa yang tidak cocok dengannya. Semuanya baik, pasti benar, dan manfaat. Benar, mungkin ada waktunya yang belum pas, tapi jangan mengingkari kebenaran yang satu dan menyukai kebenaran yang lainnya sesuai dengan nafsunya.
Dari Abu Hurairah, Rasul saw bersabda : “Barangsiapa menuntut ilmu agama yang seharusnya ia mengharap keridhoan agama, tapi ia mempelajari hanya untuk memperoleh keuntungan dunia maka ia tidak akan mencium harum bau surga pada hari kiamat.”
Di akhir jaman nanti akan muncul orang-orang yang menggunakan agama untuk mencari keuntungan dunia. Mereka memakai bulu-bulu domba, di hadapan mansusia supaya dikira orang zuhud dan tawadhu lidah mereka lebih manis dari gula tapi hati mereka seperti hati serigala. Allah berfirman : Apakah mereka akan hendak menipuku atau berani melawanku. Aku bersumpah demi diri-Ku Allah bahwa Aku akan mendatangkan kepada mereka fitnah yang akan membiarkan orang pintar cerdik di kalangan mereka terkena fitnah itu tidak mampu menolaknya. (HR Tirmidzi)
Dari Abu Said Al Anshari Rasul saw bersabda : Apabila Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat, suatu hari tiada keraguan sedikit pun maka berserulah Penyeru Barangsiapa menyekutukan Aku pada amalnya karena Aku dan karena seseorang, hendaklah ia menuntut amalnya dari selain Aku. Karena sesungguhnya Dzat Yang Maha Kaya dari kamu sekalian yang kamu persekutukan. (HR Imam Tirmidzi)
Dari Abdullah bin Umar, Rasul saw bersabda : “Barangsiapa menuntut ilmu dengan berniat bukan karena Allah maka hendaklah ia menyediakan tempatnya di dalam neraka” (HR Tirmidzi)
Begitulah bahayanya niat bukan karena Allah, di antaranya, ingin dianggap cerdas, paling pintar, Jangan ada kepentingan untuk duniawi, nanti jadi sendiri tidak terlalu diingin-ingin. Kalau maksimal berikhtiar, nanti jadi sendiri. Tanpa harus menjadi satu-satunya target. Harus ada kesungguhan untuk keikhlasan ini. Ada bahayanya kalau targetnya hanya sekadar penilaian orang, harus ada kesungguhan. Tujuan kita mencari ilmu supaya dekat dengan Allah, patuh kepada Allah, menjauhi larangan Allah dan menjadi manfaat bagi yang lain dengan ikhlas.
Ada anak yang terbiasa terpacu dengan pujian. Dari kecil sudah menjadi bintang kelas, KM, pujian penghargaan. Orang tua senantiasa senang karena sang anak sering mendapat pujian, sehingga mendapat perlakuan khusus, dan sudah mendarah daging merasuk sejak kecil dihormati diangkat-angkat. Akibatnya si Anak Tumbuh besar dengan paradigma harus dihormati, disanjung dan tidak terkalahkan.
Tidak ada perbuatan karena Allah, perbuatannya supaya dirinya dipuji dihormati, supaya dirinya menjadi nomor satu. Secara duniawi Motivator mendorong untuk menjadi nomor satu. Padahal bia maksimal itu akan jadi sendiri, tidak perlu menjadi tujuan satu-satunya. Dalam akidah kita dituntut untuk dicintai dan diridhoi Allah. Menjadi no 1 itu untuk merupakan bonus. Kalau terbiasa keinginan untuk dinilai orang. Tidak ada keikhlasan lilahi ta’ala.
Allah memuliakan orang tidak dengan gelar. Tidak masalah dengan gelar, namun apabila kita belajar bertahun-tahun hanya untuk gelar sangat disayangkan. Harusnya dengan belajar itu semakin dekat dengan Allah, memberi manfaat kepada sebanyak-banyak manusia. Banyak gelar kalau tidak manfaat apalagi menjadi koruptur buat apa? Bukan masalahnya ada tidak ada gelar, itu sunnatullah. Tapi jangan menjadi gelar sebagai tujuan. Lalu bagaimana sebelum wisuda meninggal.
Kisah seorang mahasiswa yang ditimpa sakit parah. Dan diduga tidak akan hidup lebih lama. Ke kampus saja digendong. Tidak bisa mendengar juga. Ketika ditanya mengapa tetap pergi kuliah sedangkan keadaan kondisi seperti itu, ‘Kak bagi saya kuliah itu ibadah. Saya tidak tahu ada umur atau tidak. Kalau orang dapat pahala dari amal shalehnya. Walau akhirnya meninggal. Hal demikian menjadi inspirasi bahwa kuliah itu menjadi amal shaleh. Insya Allah akan mengangkat derajat. Tidak ada mencontek. Lurus saja.
Jangan belajar semata-mata hanya untuk mendapat kertas. Uang. Belajar jangan untuk itu, karena dengan cara lurus ikhtiarnya dalam berusaha, seperti lurus waktu mudanya, maka rejeki akan berbuah sendiri. Syariatnya akan bertemu sendiri dengan rejekinya.
Belajar ilmu hati bukan untuk ingin kelihatan shaleh, atau kagum, Kita menjadi shaleh supaya diridhai Allah saja. Kita taubat tidak ada urusan dengan penilaian orang. Nanti ketika kita berubah dengan pertolongan Allah akan menjadi jalan perubahan orang.
Qarun pernah mengatakan bahwa ia kaya karena ilmunya. Harusnya bukan karena ilmu, itu jalan saja. Gigih ulet hanya amal shaleh yang dicontohkan nabi saw. Rejeki hanya karunia Allah saja. Dalam mencarinya pantang menyerah pantang keluh kesah. Tetapi kalau sudah menjadi nikmat jangan mengaku-ngaku sebagai hasil jerih payah. Kalau Allah mendatangkan penyakit yang akan menghalangi keuletannya, maka ia tidak mungkin bisa ulet. Juga jangan merasa ujub bila merasa pintar ulet. Seorang pelajar yang belajar tekun karena motivasinya sebagai amal shaleh.
Menuntut ilmu bukan masalah jumlah gelar hebatnya, tapi bagaimana bisa membersihkan hati cemerlang akhlaknya semakin mendekat kepada Allah. Bukan untuk bergaya, atau dipamerkan, melainkan ilmu itu untuk menjadi ahli takwa, yang bisa mengangkat derajatnya. Kalau banyak ilmu tidak berubah akhlaknya seperti keledai. Jangan sampai pula seperti keledai yang banyak membawa buku, tapi tetap bodoh karena dia tidak memahami manfaat buku.
Mengapa Harus Bertaubat?
oleh Aa Gym
Dikisahkan tentang bagaimana balasan keburukan bisa langsung diterima pembuatnya dengan cepat: Seorang santri yang saat itu berada di tempat makan, telah lalai dalam menjaga pandangannya, waktu ia shalat maghrib, beres manjalankan shalatnya ia langsung bergegas menuju ke sebuah toko, untuk sebuah keperluan. Tiba-tiba terdengar suara amat keras. Ternyata ia menabrak pintu kaca toko. Padahal di pintu kaca itu ada dua tulisan yang besar. Hampir pingsan ia rasakan, namun hatinya ada rasa lain bahwa ia itu merupakan cash balasan dari Allah atas perbuatan sebelumnya. Ini baik, bukan baik berbuat dosanya. Orang yang paling cepat berbuat dosa diingatkan itu baik. Yang paling bahaya adalah yang istidradj, yang ditangguhkan.
Andai saja orang yang berbuat dosa dibalas oleh Allah cash, tentunya tidak ada yang mau berbuat dosa. Misalnya ia tidak ke mesjid untuk berjamaah, ia dibalas dengan dikejar anjing, atau setiap kali ia berbuat bohong lidahnya tergigit. Makin dekat dengan Allah maka balasan Allah bisa makin cash atas perbuatan-perbuatan baik dan buruknya. Maka ampunan Allah dan rahmat Allah yang kita nantikan.
Tidak ada yang berbahaya dalam kehidupan kita selain keburukan kita sendiri. Setiap dosa yang kita lakukan adalah sumber atas kegelisahan, kesulitan, petaka yang dialami. Kita bakal tahu bagaimana kehidupan yang akan kita jalani dari perbuatan kita sendiri. Tapi Allah Maha Baik menyediakan fasilitas taubat untuk dosa yang telah kita lakukan. Allah berfirman:
Wahai keturunan Adam, sesungguhnya apabila engkau berdoa dan memohon ampun kepada-Ku. Andai dosa-dosamu memenuhi langit dan engkau memohon ampun pada-Ku, maka akan Kuampuni. Wahai anak cucu Adam, andai engkau memiliki dosa kesalahan memenuhi seisi bumi,dan meminta ampun kepada-Ku tanpa pernah menyekutukan-Ku sedikit pun, maka Aku akan berikan ampunan sebanyak dosa yang engkau bawa.
Umar bin Khattab berkata : “Allah lebih menyayangi hambanya yang beriman daripada seorang ibu yang melahirkan anaknya.”
Tiada yang lebih menyayangi, mencintai kita seandainya kita beriman, selain penciptanya. Tiada yang lebih menginginkan kita bahagia dan selamat selain yang mengurus kita setiap saat. Tiada yang menginginkan kita bersih selain Allah. Allah Maha baik Maha Pengampun. Sayang, kita lebih cenderung berbuat zalim terhadap diri sendiri. Kalau kita celaka pasti kitalah yang mencelakakan diri.
Nabi Adam as berbuat salah, beliau memajatkan doa tobat dengan doa. “ …Sekiranya Engkau tidak melimpahkan rahmat kepada kami”
Taubat itu adalah intinya pengakuan diri telah melakukan kezaliman atas diri sendiri, dan bertemu harapan dan ampunan rahmat Allah. Orang yang bertobat tidak mau menyalahkan kepada siapa pun, bahkan kepada setan sekalipun.
Taubat nabi Yunus as : “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sedangkan saya ini orang-ornag yang zalim.”
Simaklah dalam kalimat-kalimat mulia tersebut, tidak ada yang ia sebut-sebut menjadi kambing hitam atas ditelannya Nabi Yunus as oleh ikan paus, atau menyalahkan umatnya yang tidak mematuhi seruan dakwahnya. Melainkan hanya pengakuan kedzaliman diri dan pengakuan kesucian Allah.
Semestinya hal tersebut benar-benar menjadi kesadaran kita dan mestilah kita bertafakur atas setiap ujian yang menimpa. Apa ini sia-sia, pasti ada peringatan dari Allah atas musibah yang datang. Allah menakdirkan apa pun pasti presisi tempat waktunya sempurna. Allah Maha perancang sempurna. Tubuh kita sempurna presisinya. Misalnya lidah kita, bila tanpa presisi bisa berbeda dengan orang lain. Tidak ada kejadian sia-sia, tidak ada kejadian tanpa hikmah, tidak ada kejadian dengan kebetulan. Allah menakdirkan apa pun pasti presisinya.
Kalau tidak mau taubat bagaimana yang akan terjadi? Allah akan terus menguji kita sampai kita menyerah; sampai mengakui tiada tuhan selain Allah, tiada penolong selain Alah, tiada pelindung selain Allah. Hingga kita terdesak, bila dalam bahasa sunda kita sudah dalam keadaan ngayekyek.
“Tidak akan berhenti ujian kesusahan dan penderitaan terhadap orang-orang mukmin mukminah atas dirinya sendiri, anak-anaknya, hartanya, sehingga ia menemui Allah atau lalu ia meninggal dunia hingga ia tidak membawa dosa satu pun” (HR Tirmidzi)
“Sesungguhnya seseorang yang akan diberi kedudukan tinggi di sisi Allah, sedangkan ia tidak dapat mencapai kedudukan itu dengan amalnya, maka Allah akan terus menerus mengujinya dengan kesusahan dan kesulitan yang tidak disukainya, hingga ia bisa mencapai kedudukan yang tinggi itu” (HR Tarmidzi)
Jangan suudzon terhadap setiap ujian seperti hadis di atas. Kita akan menyangka menderita selamanya. Harus benar penafsirannya. Beratnya ujian itu dalam penglihatan orang lain. Tapi bagi yang diujinya, bila ia bertaubat, maka Allah akan memberikan ketenangan. Berat tidaknya ujian itu tergantung ia memaknai ujian itu. Bila ia memaknai dengan pendekatan duniawi sendiri pasti jadi berat. Tapi bila dalam pandangan akhirat ia akan menjadi ringan. Seperti ulangan di sekolah, tapi apabila diberi jawaban ia akan mudah saja.
Allah akan melapangkan hati. Allah akan menuntun jalan. Tidak sulit menjalani kehidupan ini. Bila dituntun oleh ahlinya. Nanti ada lagi ujian hingga dosanya bersih, maka tidak akan menjadikannya merasa sebagai sebuah kesulitan.
Mereka yang berada di Ghaza, Palestina, 1,5 juta orang, kita menganggapnya mereka menderita. Sesungguhnya mereka tidak merasa takut oleh musuh, mereka mengungkapkan bisa merasakan jaminan Allah, ketika dikepung diserang, dibom dan ditembaki, tapi mereka tetap hatinya ajeg dalam keimanannya. Kita menyangka ia berada dalam penderitaan, mungkin benar secara duniawi, tetapi dalam pandangan ukhrowi, mereka bergembira.
Maka jangan salah memahami hadis tadi. Bukan berarti yang akan mendekati Allah akan kesulitan seumur-umur. Nabi Muhammad saw sendiri mengalami penghinaan, pemboikotan, namun tidak pernah mengeluh untuk urusan-urusan yang berat. Hatinya dibuat oleh Allah menikmati dengan kebersahajaannya, beliau tetap ajeg sentosa dalam keimanannya, seberat apa pun itu. Pedihnya nabi saw bukan pedih dalam urusan duniawi, melainkan ketika umatnya berbuat dosa.
Pahitnya ujian itu akan berbuah dua hal: pertama, penggugur dosa, dan kedua pengangkat derajat. Ketika orang akan membersihkan toilet dengan cairan kimia yang sangat tajam baunya, berarti toiletnya tidak rutin dibersihkan. Oleh karena itu agar tidak mendapat ujian penghapus dosa kita, maka kita mestilah bertobat terlebih dahulu.
Jangan risau dengan ujian karena sudah terukur oleh Allah. Memang demikian hakekatnya sebuah ujian. Kita dibesarkan oleh ujian. Ujian hidup yang mematangkan sekali kita. Ujian iseperti lubang kepompong ulat. Kita diuji oleh Allah supaya berkembang keimanan kita. Tidak ada ujian untuk menghancurkan, tapi untuk menggugurkan dosa-dosa.
Tidak terbayang jika Allah tidak memberikan hidayah taufik, sudah melantur saja hidup kita. Rasulullah saw sebaik-baik teladan. Rasul saw mengajak berdakwah. Dan Rasul saw pun berhati bersih. Kalau belum berhasil dakwah, bertaubatlah siapa tahu kita belum memberi contoh yang baik, sehingga apabila kita sudah dinilai bertaubat hadiahnya bagi kita bisa dijadikan jalan atas perbaikan orang lain. Dan itu hakikatnya sebagai hidayah dari Allah.
Orang yang paling zalim adalah orang yang tidak bertaubat. Orang yang zalim itu bukan hanya orang yang menyakiti orang lain saja, juga bagi orang yang tidak mengakui dosanya itu juga adalah zalim, zalim terhadap dirinya sendiri.
Mengobati Penyakit Hati
oleh Aa Gym
Dialah Allah Penguasa Tunggal satu-satunya. Dialah Allah Yang Maha Gagah Pemilik Alam Semesta. Semuanya Yang Ada adalah ciptaan-Nya. Takluk pada pemilik-Nya. Yang Maha Tahu Segala Kebutuhan hamba-Nya. Dialah Allah Yang Membagi rejeki hamba-hamba-Nya.
Orang yang paling beruntung adalah orang yang ahli takwa yang hatinya yakin pada Allah, lahirnya istiqamah patuh kepada Allah. Dunia berikut isinya hanya sekadar pelayan, tidak ada-apanya dalam pandangannya. Kita mampir sebentar di dunia untuk berbekal pulang. Besok lusa mungkin tiada. Allah menciptakan kita bukan Allah memerlukan kita, tetapi untuk mengabdi kepada-Nya untuk kepentingan kita, bukan untuk keuntungan Allah.
Allah Maha Tahu niat sekecil apa pun. Senyum, misalnya, bisa saja sama tersenyum, tetapi niatnya Allah SWT mengetahui persis senyum itu untuk siapa. Tiada kebohongan untuk bersembunyi. Hatilah pusat pandangan Allah. Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui." [QS Ali Imran : 29] “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)” (HR. Muslim)
Dalam shalat sama gerakan dan bacannya, yang membedakan kondisi hatinya. Allah mengetahui persis apa yang ada di dalam hati kita. Berbahagialah yang berhati bersih, yaitu orang yang ikhlas dalam beramal
Hati bisa dikategorikan menjadi tiga bagian :
Qalbun mayyit
Hatinya seperti mayat. Tidak ada guna sama sekali. Baik buruknya ditentukan hawa nafsu. Maka ia akan berbuat keji dan biadab, karena tidak ada nurani. Mata dan telinga hati sudah buta. Orang seperti ini benar-benar celaka dunia akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 6 tercantum: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”
Qalbun Mariidl
Hati yang berpenyakit. Penyakit hati itu sendiri apabila dijelaskan akan meliputi berbagai tingkatan. Di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 10 difirmankan : “Di dalam hati mereka [orang-orang munafik] ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit ke dalam hati mereka dan bagi mereka ada adzab yang pedih disebabkan kedustaan mereka”.
Qalbun Salim (Hati yang selamat)
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS As-Syu’araa 88-89).
Orang berqalbun salimlah yang benar tauhidnya. Seperti dua sisi mata uang, kedua mukanya pasti sama nilainya. Disebabkan Tauhid inilah mengapa para nabi diutus ke dunia. Orang bertauhidlah orang yang paling merdeka di dunia. Siapa paling bermartarbat terhormat itulah yang tauhidnya paling bagus. Setiap terbaik cita-citanya ada di dalam tauhid. Siapa yang paling mulia, ia yang tauhidnya paling bagus. Orang yang paling bertauhid, itu merdeka dari diperbudak harta manusia, jabatan, uang, atau apa pun kecuali hanya berharap dari Allah, dan tidak meminta pertolongan kecuali pada Allah. Sepanjang masih takut, ia masih menghamba pada sesuatu, ia bisa dikatakan tidak bertauhid dan tida merdeka.
Rahasia Akhlakul karimah adalah tauhid. Ukhuwah tidak akan bisa terjadi kalau tidak ada satu tujuan kepada Allah, berarti mesti dengan bersih tauhid. Masing-masing orang harus bermujahadah membersihkan hati. Terjadinya perpecahan karena adanya nafsu yang tidak terkendali. Dengan bersih hati masing-masing individunya, nanti Allah yang akan mempersatukan. Jika kita ingin tangguh kuat, maka tauhid kuncinya. Siapa yang yakin musibah terjadi dengan ijin Allah, dia tidak akan memelas kepada musibah kepada manusia. Tidak ada alasan untuk tidak kuat menghadapi hidup ini. Sepelik apa pun, tetap ajeg saja. Kenapa pahit, karena ukurannya dunia, dan rasa pahitnya itu sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.
Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. (QS Al-Maaidah : 49)
Bagaimana mungkin kita mendapat ujian kemudian mengadukan kepada manusia, sedangkan kita tahu yang menyentuhkan ujian itu adalah Allah SWT, dan Allah sudah mengukur orang yang tauhidnya benar maka akan bersabar dan bersyukur.
Permisalannya adalah sebagai berikut: Seperti orang yang diketahui bau ketiak, maka dipastikan ia akan dijauhi orang lain. Bagi si penderita tidak perlu memelas agar orang lain bisa mengerti tentang keadaan dirinya, dan diharapkan mereka tidak menjauh bahkan tetap mendekat. Semestinya ia tidak harus sabar menunggu orang lain untuk mengerti, melainkan ia dituntut untuk bersabar dalam mengobati ketiaknya, dengan ikhtiar sekuat tenaga agar bau ketiaknya sembuh.
Kita lihat orang yang ada di rumah sakit, yang jasadnya sakit, tapi ridha menahan sakit, dan tetap berobat. Sabarnya orang yang ketiaknya bau, ridho dengan kenyataan, kemudian sabar untuk memeriksa dan mengobati atas kelemahan dirinya tersebut.
Ada orang yang rela melakukan general cek up. Setelah diketahui penyakitnya, ia pun harus mau untuk diobati, misalnya terdeteksi penyakit kanker, maka ia harus dikemoterapi, misalnya, padahal rasanya amat panas dan biayanya mahal pula, serta harus diisolasi. Tentunya semua itu agar badannya segera sehat. Tenaga, pikiran, biaya, pengorbanan dikeluarkan habis-habisan (all out) demi kesembuhannya.
Namun setelah sehat dengan memakan biaya yang besar, ternyata ujungnya ia tetap akan mati. Ini mengherankan, ketika orang itu habis-habisan untuk sehat lahirnya, tetapi tidak habis-habisan untuk menyembuhkan sakit batin. Padahal penyakit hati itu jauh lebih ganas, bisa mencelakakan, lebih menghinakan dunia akhirat. Sakit lahir tatkala mati maka dianggap selesai. Sedangkan sakit batiniah, ketika mati maka akan menjadi awal dari seluruh masalah besar, karena adanya azab kubur. Azab kubur itu lama dan pasti adanya sebagaimana kita pasti mati.
Siapa pun, sesungguhnya ingin bahagia, terlindungi, kokoh, tercukupi. Maka dari itu, tugas kita harus mesti sungguh-sungguh untuk mengobati penyakit hati. Sebab dengan hati yang sehatlah keinginan tersebut bisa dicapai. Seorang yang berpenyakit hati sombong, misalnya, tidak mungkin ia bisa bahagia, ia tidak selaras dengan hatinya, karena ciri utama sifat sombongnya adalah tidak mau mengakui atas kesalahan dirinya.
Gejala penyakit hati membuat diri labil, tidak ajeg dan tidak mantap dalam menjalani hidup. Goyah tidak tenang, bingung, menyandarkan diri ke sana sini, padahal Allah sangat dekat. Itu semua ciri adanya dosa di hati yang menimbulkan rasa gelisah, karena hatinya terhijab kepada Allah. Orang yang bersih hati situasi sepelik apa pun ia akan mantap. Allah senantiasa bersama dengan orang yang bersih hatinya, karena Dia Maha Suci, akan bersemayam pada hati yang bersih.
Orang yang tercerahkan hatinya ketika dia mendapatkan masalah, pertama yang akan dilakukannya adalah berbicara terhadap penguasa semua makhluk.
Makhluk tidak memberi manfaat apa-apa tanpa ijin Allah. Ridho terhadap ujian Allah, dan menyadari bahwa ujian itu karena dosanya, dan memohon taubat atas dosanya.
Allah Pengatur segala rencana. Dan ia harus bulat terlebih dahulu kepada Allah. Yakin dengan bulat hati maka akan mendapat jalan untuk menemukan solusi.
Sedangkan bagi orang yang berpenyakit hati, sikap dan keputusannya akan dangkal, tidak bisa tajam berpikirnya. Pendek sekali tidak bisa menganalisa lebih jauh. Dia bermasalah dengan orang lain dan dirinya sendiri, karena aura yang terpancarnya aura kepicikannya.
Target bersih hati harus secepatnya, tidak bisa dipasang dalam jangka waktu kapan, apalagi masih lama. Karena masalah umur kita tidaklah tahu. Semestinya targetnya bagaimana husnul khatimah dengan mujahadah
Lalu bagaimana cara mujahadahnya agar hati kita bisa bersih? Mintalah berbicara sejujurnya tentang hati kita. Kalau mempunyai anak yang masih kecil tanyalah mengenai diri kita. Bila memerlukan proses uzlah, lakukanlah karena itu bagian dari proses penyembuhan. Sering-seringlah berkhalwat, karena itu akan melatih kita agar senantiasa ingin selalu dekat dengan Allah merindukan-Nya bila banyak terlupa.
Para sahabat nabi saw hijrah dalam keadaan miskin meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, setelah di Medinah, mereka kembali lagi memiliki harta kekayaannya. Jangan berat melepas apa pun yang menjadi hijab kepada Allah. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali kita bisa selamat husnul khatimah.
Maka, bila memiliki keinginan, mestinya keinginannya hanya satu, yakni bisa bersih hati. Nanti diberi dunia yang tidak akan ke mana-mana. Dunia ada di tangan, kalau takdirnya kaya, kaya di hati kaya di tangan, di hati tidak ada di tangan ada. Di hati tidak ada harta di tangan pun tidak ada, karena dimanfaatkan di jalan Allah SWT.
Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (QS Al An’am : 3)
Mau terang-terangan atau secara sembunyi semuanya dihitung Allah. Mari kita bermujahadah dengan ikhlas, sebab bila tidak ikhlas, kita bisa menjadikan mujahadah ini sebagai obyek pura-pura, tidak asli, mengangkat diri di hadapan manusia. Mau berpuluh tahun tidak akan sampai bila seperti itu.
Munafik, Orang Penuh Rekayasa
oleh Aa Gym
anda orang munafik ada tiga, apabila seseorang diberi amanat, ia khianat; apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya; dan apabila berdebat, ia akan berbuat curang. (HR. Mutafaq’alaih)
Sesungguhnya orang munafik adalah orang yang penuh dengan kepalsuan, penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng. Sedangkan seorang mukmin hidupnya asli, tidak ada rekayasa, karena semua kebohongan itu tidak diperlukan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Allah tidak memerlukan kepalsuan itu. Allah yang Maha Memiliki segalanya. Seorang mukmin seyogyanya bersih perbuatanya. Tidak terlalu banyak memikirkan pandangan orang lain, yang terpenting dalam pandangan Allah saja. Hidupnya apa adanya.
Orang munafik itu berbahaya, karena ia sesungguhnya orang musyrik hatinya, tapi lahiriahnya menampilkan orang beriman, seperti Abdullah bin Ubay. Orang munafik pun bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari. Semua perbuatannya mencerminkan tidak ingin dekat dengan Allah, tidak memakai hati, melainkan agar dinilai orang lain. Sebisa mungkin orang munafik akan berusaha keras untuk benar-benar dengan akal-akalan melakukan apa pun di hadapan orang lain, seperti ingin berwibawa. Sehingga selama ia berbicara dan berbuat, fokusnya hanya untuk mengatur kewibawaannya, tidak melihat hati.
Orang munafik ketika berkata seringkali ditambah-tambah dengan kebohongan. Tidak sesuai antara keterangan dan kenyataannya. Bahkan beda antara mulut dan hatinya. Ia tidak bisa dipegang pembicaraannya. Dia berjanji bukan berniat akan ditepati, melainkan untuk keinginan sesuatu dari orang lain. Bagi yang berniat menepati janji, ketika berjanji berarti ia mengunci untuk ditagih yang membuatnya, sedangkan bagi orang munafik, janjinya untuk sekadar agar orang lain percaya atau senang padanya. Makanya ia mudah mengeluarkan janji-janjinya. Dalam hal amanah ia tidak mempedulikan amanah dari Allah, melainkan lebih mengutamakan gayanya daripada hakikat dari amanah yang dipikulnya.
Dalam aspek ibadah pun seorang munafik bisa terdeteksi. Dalam berdoa misalnya, mulut berdoa tapi hati tidak. Benarkah hatinya ingin mendekat kepada Allah? Allah mengetahui semua kebohongan itu, Allah tidak bisa di bohongi. Karena Allah mengetahui lubuk hati terdalam. Apakah ingin diketahui, dilihat, ataukah diperlakukan spesial.
Keinginan-keinginan tersebut semestinya lepas dari makhluk, barulah akan tenang hati ini. Kita tidak memerlukan pengakuan orang, yang penting Allah saja. Jangan sampai kita menggunakan nama Allah untuk komoditas agar terlihat shaleh. Sekilas mungkin orang akan terkecoh oleh kepalsuan, sedangkan Allah tidak bisa dikelabui, tetapi Allah Maha Mengetahui.
Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan. (QS Al-Anbiya:110)
Sesungguhnya segala perbuatan yang kita lakukan akan dihisab semuanya. Berbahagialah bagi siapa pun yang terbebas dari kemusyrikan dan kemunafikan. Sehalus apa pun bersih hidupnya. Maka dibuat nyaman hatinya oleh Allah. Lepasnya hati dari selain Allah. Lillaahi ta’ala.
Apa yang menyebabkan orang cenderung munafik? Karena hati kita cenderung musyrik, menganggap ada sesuatu selain Allah SWT yang bisa memberi manfaat dan mudharat. Yang bersih hatinya ia akan terbebas dari sifat kemunafikan. Akhlak jelek karena hatinya busuk, dan hati busuk karena tauhidnya buruk. Akhlak jadi bagus, tauhidnya pun harus bagus.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS An-Nisaa : 142)
Allah tidak bisa dibohongi dengan cara apa pun, karena Dia mengetahui lubuk hati yang dalam. Hati ini harus lepas dari makhluk.
Dengan demikian, dari paparan di atas, orang munafik itu paling dibenci Allah SWT. Apalagi bila ilmu agamanya makin banyak sedangkan ia masih munafik, tentu kebencian Allah juga akan lebih daripada yang lainnya.
Kesombongan yang Menghancurkan
oleh Aa Gym
Dalam keseharian kita, sengaja maupun tidak, seringkali muncul di dalam hati perasaan takabur atau sombong. Bagaimana tandanya? Orang yang sombong cirinya ada dua; pertama, tidak tahan mendengar kebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Orang yang sombong tidak menyukai adanya nasehat dakwah. Kedua, merendahkan orang lain. Hal ini dapat terlihat dari kata-kataya, cara duduk, bahkan cara menunjuk. Ini termasuk kedurhakaan kepada Allah yang luar biasa. Ia merasa lebih tinggi dari orang lain. Dari cara duduk, memposisikan dirinya yang dianggap lebih dari orang lain. Orang yang ilmunya tinggi sering mudah menjadi sombong karena ilmunya.
Dari bahasa tangan, posisi telunjuk, jempol, atau tangan terbuka ketika berkomunikasi, masing-masing memiliki rasanya. Gerak-gerik kita, tutur kata, raut muka, dan sikap menunjukkan tingkat ketakaburan kita. Hal ini munculnya dari hati. Periksa diri kita bahwa kesombongan itu salah satu yang membuat kita terhambat menjadi ahli surga.
Bila merasa posisi lebih, cenderung nada suara menjadi lebih besar, kasar, lebih merendahkan. Padahal di sisi Allah orang yang dianggap rendah itu bisa jadi lebih mulia. Contoh, guru dengan murid. Murid lebih muda usianya, berarti dosanya lebih sedikit. Sedangkan apabila melihat yang lebih tua usianya, maka kita mesti memandang pahalanya lebih banyak. Ketika melihat orang yang bergelimang dengan dosa, maka kita mesti memandang bahwa siapa tahu ia akan bertaubat nashuha yang membuat Allah SWT akan mengampuni. Sehingga paling merugi apabila waktu kita digunakan hanya untuk melihat orang lain lebih rendah dari kita.
Sesungguhnnya kita tidaklah berhak untuk takabur atau sombong, sebab ketakaburan adalah milik Allah semata. Bila kita takabur, sikap yang jauh dari ketawadhuan, berarti mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Iblis. Sayyidina Ali menerangkan, Iblis pada mulanya adalah makhluk yang sangat taat beribadah kepada Allah. Enam ribu tahun ia beribadah kepada Allah dengan penuh kesungguhan, tetapi karena takabur kepada Allah pada satu saat saja, kemudian ia jatuh pada laknat Allah. Lalu, ujar Sayyidina Ali, setelah Iblis, siapa yang bisa selamat dari murka Allah bila bermaksiat yang sama dengannya?
Orang yang paling beruntung itu adalah orang yang paling tawaddhu. Tawadhunya harus ikhlas. Karena ada yang tawadhunya palsu. Lawannya adalah takabur. Orang takabur sekecil apapun diancam tidak akan masuk surga. Hebatnya penyakit takabur bisa membuat kita celaka. Oleh karena itulah wajib bagi kita memeriksa hati dari sifat ini.